--------------------------------------------------------
"EMARKETING
- 50% Psikologis dan 50% Teknologi" |
Oleh : Bob
Julius Onggo*
Jangan
bermimpi membangun bisnis internet dari nol dan berhasil
apabila tidak memaksimalkan kekuatan Internet sebagai
sarana pembangun brand dan pembangun kredibilitas
dan kepercayaan.
Karena itu
urutannya adalah E-MARKETING yg Sukses maka akan
menuntun pada E-BISNIS yang sukses.
Agar
inisiatif strategi E-MARKETING sukses maka diperlukan MESIN-MESIN
EMARKETING (lihat di
sini)yang akan membantu promosi internet yang
berhasil. Mesin-mesin eMarketing berbeda dengan
mesin-mesin E-Bisnis.
Informasi
dan uraian ttg Mesin-mesin eMarketing yang terdapat di
situs web kami adalah mesin-mesin yang sangat sederhana
namun aplikatif dan suatu KEHARUSAN bagi siapapun atau
korporat yang ingin memaksimalkan keberadaan situs web
korporat mereka di dunia maya.
Sesuatu
yang sederhana bukan berarti tidak efektif justru yang
KEBENARAN adalah yang sederhana. Orang marketing melihat
segala sesuatu harus di sisi yang aplikatif dan
sederhana namun BERMANFAAT bagi sisi pelanggan.
Namun
orang TI menganggap yang RUMIT dan njelimet adalah yang
HEBAT atau COOL! namun belum tentu yang njelimet dan
MAHAL bersifat aplikatif bagi calon pelanggan Anda.
Agar
inisiatif strategi E-MARKETING sukses maka diperlukan MESIN-MESIN
EMARKETING (lihat di
sini)yang akan membantu promosi internet yang
berhasil.
---
Mengenai Bob Julius Onggo dapat dilihat di:
http://www.bjoconsulting.com/bjo/index.htm
"Dotcom
Indonesia 2003 - Masih Ada Hari Esok"
|
Oleh : Daniel
Siburian*
Dear, Netter M-Web....
Karena satu dan lain hal, dengan sangat menyesal portal Mweb.co.id tidak bisa memberikan layanan konten seperti biasa, setelah selama dua tahun dua bulan menemani netter sekalian. Kami berharap, Mweb.co.id tetap berada di hati netter semua, dan tertulis dalam tinta emas sejarah internet Indonesia. Dalam waktu dekat, situs ini akan mohon pamit dari dunia maya...
Pernyataan di atas termuat di halaman utama
(welcome page) situs mweb.co.id bulan November lalu. Sungguh tragis kalau kita mengingat betapa percaya dirinya mereka ketika pertama kali menjejakkan kakinya di Indonesia.
Anak perusahaan MIH Limited, yang berkedudukan di Afrika Selatan, langsung menggebrak dengan membeli tiga dotcom besar di tanah air: Astaga.com, Satunet.com dan kafegaul.com. Mengikuti jejak Astaga.com, mweb.co.id juga melakukan kampanye iklannya gede-gedean.
Walaupun telah "mohon pamit dari dunia maya" bukan berarti M-Web Indonesia kabur begitu saja. Menurut pengakuan David Burke, Presiden Direktur PT Mweb Indonesia, kepada detik.com (http://www.detikinet.com/net/2002/11/15/20021115-150656.shtml), mereka masih menyisakan 25 karyawan pada Maret 2003. Mereka inilah yang nantinya akan menjalankan bisnis mobile services dan QQ Messenger, dan tiga portal internetnya: Astaga.com, Satunet.com dan Kafegaul.com.
Mweb.co.id bukan satu-satunya dotcom besar Indonesia yang mohon pamit. Kopitime.com, yang telah mencatatkan diri di lantai bursa, juga telah menyatakan diri bangkrut. Begitu pula dengan Lippostar.com, yang hingga tulisan ini ditulis masih menyisakan persoalan dengan sebagian karyawannya. Penutupan ini mengikuti jejak saudara kandungnya, Lipposhop.com.
Penutupan situs-situs besar ini bisa dikata masih merupakan lanjutan dari jatuhnya bursa Nasdaq pada 2000. Kala itu, harga-harga saham start up tiba-tiba terbanting, kepercayaan investor menurun drastis. Dotcom Indonesia ikut kena imbasnya. Ambil contoh Astaga.com, yang dengan modal $7,5 juta AS berharap dapat meraup dana segar hingga $40 juta AS dengan listing di bursa saham (PANTAU, Tahun II Nomor 021, Januari 2002).
Impian yang urung jadi kenyataan.
Situasi serba memprihatinkan juga menimpa dotcom-dotcom lain. Sebagian di antaranya sudah berada dalam kondisi hidup segan mati tak mau. Bahkan sudah ada yang siap-siap gulung tikar.
Apakah itu berarti bisnis dotcom di Indonesia tidak prospektif lagi? Dalam hemat penulis jawabannya adalah prospek bisnis tetap ada. Masalahnya sekarang sejauh mana para pengelola dotcom menjalankan strategi bisnisnya.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, ada baiknya kita coba melihat apa saja langkah-langkah yang telah dilakukan para pelaku bisnis dotcom di tanah air untuk meraih pemasukan di tahun 2002 dan menyiasati pasar. Setelah itu kita akan melihat ke arah mana kira-kira bisnis ini akan bergulir tahun depan.
* * *
Pada kuartal keempat tahun ini, Detik melakukan terobosan baru dengan meluncurkan layanan "pay for content". Memakai merek dagang detikPlus (www.detikplus.com) Detik menjalin kerja sama dengan puluhan "penerbit koran, majalah, tabloid, lembaga riset, penerbit buku, novelis, cerpenis, penulis cerita bersambung dan sebagainya" dalam penyediaan kontennya dan untuk untuk mengaksesnya netter harus membayar sejumlah uang.
Untuk saat ini, tarif dipatok pada harga Rp 55.000,00 per bulan dengan kemungkinan diskon 10%-30% bila menjadi pelanggan 3-12 bulan sekaligus. Harga ini masih bisa bertambah bila netter memilih "advance modul" yang dibayar per item.
Langkah yang sama juga dilakukan Tempo Interaktif (www.tempointeraktif.com). Unit bisnis dari Tempo Group ini mengenakan iuran bulanan bila para netter mengakses versi online dari Koran Tempo dan Majalah Tempo (Indonesia dan Inggris).
Sejauh mana terobosan ini telah berhasil?
Dari perbincangan dengan seorang rekan di Detik, hingga saat ini, jumlah netter yang memanfaatkan detikPlus baru ratusan orang. Sementara untuk Tempo Interaktif, sejauh ini penulis belum mendapatkan informasi yang bisa dipercaya. Tapi hampir bisa dipastikan, nasibnya juga tidak jauh berbeda.
Terobosan bisnis lain yang dilakukan Detik adalah menyediakan layanan pemesanan tiket secara online (online ticketing). Dengan mengusung nama "Ticket Box" netter dimungkinkan untuk memesan tiket pertunjukan maupun seminar.
Mengikuti jejak Detik, Kompas Cyber Media (www.kompas.com) juga melakukan langkah serupa.
Perbedaan yang langsung terlihat ketika mengunjungi kedua situs ini adalah Ticket Box milik Detik tampak lebih informatif dibanding milik KCM.
Dotcom lain yang telah lebih dahulu memasuki lahan bisnis baru ini adalah www.karcismasuk.com dan www.aspri.net. Kalau Karcismasuk lebih condong ke pertunjukkan, Aspri mengkhususkan diri pada seminar, yang bisa diakses langsung di
www.6221.net. Selain "pay for content" dan "online ticketing" dotcom Indonesia juga telah mulai memposisikan diri sebagai content provider untuk operator seluler.
Memanfaatkan booming SMS (short message service), operator seluler tampak giat mengembangkan value added service (VAS) dari SMS ini.
Layanan SMS VAS ini bisa berupa informasi berita aktual, jadwal film, acara, horoskop, logo ponsel, ring tone hingga game interaktif.
Beberapa dotcom yang telah menjalin kerja sama dengan operator seluler ini adalah M-Web Indonesia, KCM, dan Indo.com (www.indo.com).
Keuntungan yang didapat dengan menjadi content provider cukup menggiurkan. Ambil contoh M-Web Indonesia. Menurut pengakuan David Burke, 20% dari total pendapatan M-Web Indonesia berasal dari SMS VAS ini (Warta Ekonomi, No. 21/XIV/ 2 September 2002). M-Web memasuk konten untuk IM3, Satelindo dan Excelkomindo.
Di luar tiga lahan bisnis baru di atas, dotcom Indonesia juga tetap mengharapkan pemasukan dari iklan dan transaksi ecommerce. Walaupun untuk dua yang terakhir ini penulis kurang melihat adanya terobosan-terobosan kreatif dari para dotcomer untuk memancing para pengiklan dan netter memanfaatkan keunggulan kompetitif mereka.
Kebanyakan masih terpaku pada model banner tradisional.
Fenomena lain yang bisa kita lihat di tahun 2002 ini adalah munculnya kesadaran untuk bermain diceruk sempit (niche market). Kegagalan bisnis lippostar.com, kopitime.com dan mweb.co.id menjadi pelajaran berharga betapa mahal harga sebuah "megaberita" bila tidak memiliki model bisnis yang jelas. Situs "megaberita" yang tersisa tinggal detik.com dan astaga.com.
Memang peluang bisnisnya masih ada dan Tempo Interaktif serta KCM, dengan seabrek kelebihan yang ada, tetap memiliki peluang untuk menjadi pemain utama di pasar yang satu ini.
Beberapa situs yang mencoba membidik segmen pasar khusus ini adalah kafegaul.com dan rileks.com (gaya hidup dan hiburan), matamata.com dan parisvanjava.net (cityguide), mainsaham.com dan e-samuel.com (saham) serta wartajazz.com dan musickita.com
(musik).
Ada pula situs yang sejak didirikan memang sudah dimaksudkan untuk menjadi situs ecommerce dalam pengertian luas. Ambil contoh 6221.net dan karcismasuk.com (online ticketing), atau glodokshop (www.glodokshop) dan bhinneka (www.bhinneka.com) yang menjual barang-barang elektronik.
* * *
Sekarang mari kita melangkah lebih lanjut, melihat sejauh mana peta bisnis dotcom di tahun mendatang, tahun 2003.
Pertama, situs-situs berita ataupun yang contextual commerce (yang mensinergikan berita dan ecommerce) belum akan meraup untung sepenuhnya dari penjualan ruang maupun transaksi ecommerce.
Mereka masih akan menggantungkan diri pada induknya atau bisnis lain. Kita bisa melihat misalnya, Detik yang masih akan tergantung pada
Agrakom.
Kedua, masih berkaitan dengan yang pertama, untuk menutupi biaya operasional, situs-situs bersangkutan, baik bekerjasama dengan perusahaan induk maupun menjadi bagian dari unit usaha situs ini sendiri, akan kian gencar menawarkan e-solution kepada perusahaan-perusahaan yang dianggap potensial.
Dotcom-dotcom yang memberikan layanan e-solution ini di antaranya adalah Detik, KCM, Indoexchange (www.indoexchange.com), Rileks dan Matamata.
Ketiga, kerjasama dengan pihak ketiga untuk memperkuat konten, yang telah mulai terlihat di tahun 2002 akan menjadi tren di tahun 2003. Ini ditopang oleh munculnya situs-situs yang mengkhususkan diri pada segmen pasar tertentu, yang kian spesifik.
Ambil contoh, M-Web Indonesia yang menjalin kerja sama dengan Bali Info Iklanindo Semesta (www.paketrupiah.com), atau DetikMall, yang bekerja sama dengan Net Nusantara (www.netnusantara.com).
Keempat, walaupun Indonesia telah masuk daftar black list untuk transaksi ecommerce melalui kartu kredit, volume transaksi ecommerce tampaknya akan terus meningkat.
Mengapa? Karena dengan kemunculan internet banking, terutama kehadiran Klik BCA (www.klikbca.com), keinginan netter untuk belanja online tidak akan surut. Pengalaman penulis di Matamata.com menunjukkan bahwa penggunaan fasilitas internet banking ini terus meningkat, sementara pemakaian kartu kredit cenderung menurun. Netter lebih cenderung menggunakannya ketika melakukan transaksi belanja dengan sistem
kredit.
Kelima, kue iklan untuk dotcom akan terus bertambah dan dotcom-dotcom besar akan ketiban rejeki. Ucapan terima kasih harus diberikan kepada biro-biro iklan menengah dan besar yang telah menjadi e-marketing/e-solutions, sebagai salah satu unit usaha mereka. Ogilvy, Lowe dan Cabe Rawit bisa dijadikan contoh biro iklan yang telah menjejakkan kakinya.
Pada titik ini, kreatifitas iklan pun akan terus berkembang. Netter tidak lagi hanya disuguhi model banner tradisional. Pada titik ekstrim malah sebuah produk bisa menjadi sponsor tunggal suatu situs, seperti yang dilakukan salah satu perusahaan rokok di tanah air (www.djarumsuper.com).
Berdasarkan pemaparan di atas, bisa disimpulkan bahwa bisnis dotcom di tanah air masih menjanjikan, masih ada hari esok untuk bisnis internet di Indonesia. Tutupnya dotcom-dotcom besar bukan berarti hari kiamat bagi dotcom Indonesia, tapi malah menjadi pemicu para dotcomer untuk semakin berpikir rasional, mengikuti hukum ekonomi paling elementer, yaitu hukum permintaan dan penawaran. Hukum yang di(ter)lupakan karena terlalu bermimpi meraup untung besar melalui lantai bursa.***
---
Daniel Siburian, Penulis adalah e-Business
Analyst di Adelva Solutions, Content Manager Matamata.com
|