--------------------------------------------------------
"Pameran
Offline dan Pameran ONLINE |
Oleh : Bob
Julius Onggo*
Pameran di
JHCC telah berakhir minggu kemarin. Pameran jenis lain
untuk industri yang berbeda pula, juga akan mewarnai
Jakarta di bulan-bulan ke depan. Begitu pula dengan
banyaknya pengunjung dan perusahaan-perusahaan yang ikut
pameran.
Pameran
Offline
bertujuan untuk mempertemukan para pengunjung dengan
pihak produsen yang memperkenalkan dan memasarkan
produk-produk mereka.
Setelah
bertemu dengan para pengunjung maka para pemilik bisnis
yang memamerkan produk-produk mereka berupaya semaksimal
mungkin untuk mempresentasikan produk dan jasa
bisnis mereka dan berupaya juga untuk membangun
kepercayaan dan menangkap calon pembeli yang
datang ke stand mereka.
Tidak ada
gunanya atau sedikit artinya apabila para sales
counter tidak mampu "memacari" calon
pembeli untuk pada akhirnya mem-follow-up mereka
setelah pameran berakhir.
Juga
Pengunjung yang banyak sedikit artinya kalau tidak ada
satupun dari kartu nama atau profil mereka yang
dicatat.
Dan dalam
pameran offline, banyak atau sedikitnya para pengunjung
bergantung pada upaya promosi yang dilakukan
pihak penyelenggara, dan lokasi strategis dari pameran
tersebut.
Pameran
ONLINE
sebenarnya konsep dan tujuan dari pameran offline
juga bisa diterapkan dalam dunia maya.
Seberapa
banyaknya hits yang masuk ke suatu
"stand" produk Anda di suatu situs web,
sedikit artinya kalau Anda tidak dapat mengkonversi
"hits" tersebut menjadi targeted visitors yang
dapat Anda follow-up setelah mereka beranjak
keluar dari situs web Anda.
Dengan
memadukan presentasi produk yang informatif
kepada targeted pengunjung melalui proses membangun
kepercayaan maka Anda dapat "memacari"
pengunjung untuk akhirnya di-follow-up sambil
mengedukasi mereka untuk akhirnya mengkonversi mereka
menjadi pelanggan Anda.
Karena itu,
promosi terhadap situs web Anda sangat penting
agar semakin banyak pengunjung mengetahui stand Anda
di hutan belantara maya.
Apabila
kedua konsep pameran ini,baik yang OFFLINE maupun yang
ONLINE dipadukan, maka calon konsumen yang dapat Anda follow-up
akan semakin bertambah, dan database profil mereka
pun akan memperkaya lists Anda.
Dan,
tingkat penjualan Anda pun akan bertambah.
---
Mengenai Bob Julius Onggo dapat dilihat di:
http://www.bjoconsulting.com/bjo/index.htm
"Lahirnya
VIRAL MARKETING"
|
Oleh : Setio
Budi Cahyono*
Dunia Semakin Sesak !
Dunia sudah demikian sesak, iklan memenuhi seluruh tempat yang ada di dunia ini, kemanapun mata kita melihat iklan ada disana.
Ketika kita berangkat ke kantor, semua sudut jalan penuh dengan billboard, jembatan penyeberangan penuh dengan iklan mobil baru, bus bus lalu lalang dengan senyum gigi cemerlang, taxi melaju ditunggangi neon sign bertuliskan nama asuransi jiwa, pohon pohon dipenuhi iklan obat batuk, spanduk villa dan perumahan memenuhi langit biru, dinding dan pilar penuh sesak dengan poster, gerobak sampah yang sedang mangkal dibungkus dengan iklan minuman energi, kios rokok berwarna merah dengan seorang koboi sedang tersenyum, artis setengah bugil sambil memegang tas kulit menatap tajam.
Ketika kita masuk ke gerbang toll, ketika kartu toll kita raih logo sebuah bank hadir disana, ketika kita sampai di gedung perkantoran marka parkir penuh dengan sisipan brosur catering, ketika kita masuk ke lift dindingnya dipenuhi dengan kertas penawaran apartemen, dan ketika kita bergegas ke kamar kecil, kita berdiri menghadap uriner dengan iklan pewangi ruangan, kalaupun kita lari dan masuk ke kamar mandinya, dibalik pintu sudah menunggu iklan pembalut wanita.
Begitu kita masuk ke ruang kantor, kita disergap dengan iklan kopi instan atau coffe maker, mouse pad yang akan digunakan berlogokan tilpun genggam, belum sempat kita bekerja sebuah tilpun masuk dan menawarkan keanggotaan sebuah hotel berbintang, begitu tilpun kita tutup sinyal sms masuk menawarkan tiket konser piano, email
yang kita buka dipenuhi dengan penawaran kunjungan sebuah online store.
Sebelum waktu makan tiba kita disodori brosur makanan cepat saji, kalaupun kita menolaknya dan memilih pergi ke sebuah food court, iklan memenuhi seluruh penjuru, di lantai, di rak rak barang, di kereta belanja, baju petugas, topi petugas, dasi yang mereka
kenakan, gelas dan piring tempat kita makan, bahkan di langit langit ruangan.
Sore hari setelah pulang ke rumah, ketika kita menonton
TV, iklan demi iklan hadir memenuhi semua acara, bukan hanya di waktu tayang iklan yang memutus tontonan asyik kita, iklan juga muncul di sudut kiri atas, sudut kanan atas, dibawah maupun di atas, ketika tontonan kita sedang seru, iklan muncul menutup teks yang ingin kita baca.
Ketika artis pujaan kita sedang mengendarai mobil, sorot kamera mengarah ke merek mobil yang dipakainya, lalu menyapu kebawah memperlihatkan sepatu apa yang dikenakan, tas apa yang disandangnya, kadang merek baju dan kaos ditampilkan dengan mencolok ketika artis kita menjalankan actingnya.
Di film itu, ketika artis kita sedang memadu cinta dalam kisah asmara mereka kamera menyorot ke café mana artis itu makan, di hotel apa mereka menginap, minuman apa yang mereka minum, roti apa ang mereka kunyah, kartu kredit apa yang mereka gunakan.
Film dan sinetron bukan hanya menjual iklan dalam slot iklan, tapi iklan sudah berjubel memenuhi semua cerita yang ada.
Ketika team Thomas Cup kita berlaga, iklan muncul melalui pemberitahuan skor pertandingan, iklan juga hadir melalui kaos yang dipakai pemain, raket yang mereka gunakan, karet pergelangan tangan mereka tercantum iklan, bahkan ikat kepala pemain Malaysia berisi iklan.
Kemanapun kita lari, kemanapun kita bersembunyi, iklan selalu hadir .
Lima belas tahun yang lalu atau lebih, kita hanya memiliki satu saluran televisi dan beberapa saluran radio, kita menonton acara yang sama, kita bisa bergunjing topik tontonan yang sama.
Tokoh idola kita sama, demikian juga dengan iklan yang kita lihat sama, namun kini saya tidak bisa lagi mengingat acara apa ada di saluran tivi mana jam berapa karena begitu banyak pilihan.
Ketika teman saya bilang ada iklan minuman energi lokal yang menggunakan bintang bola internasional, saya tidak pernah melihatnya. Ketika teman saya bilang ada iklan shampo yang porno karena handuknya melorot, saya tidak pernah bisa ikut menikmatinya.
Dahulu kita hidup di tanah tanah pertanian dan perkebunan, sampai kemudian Amerika menerjang dengan mesin uap dan industrisasi segala produk, pabrik dibangun di kota kota, manusia berduyun duyun masuk kota, jalan jalan dibangun dan dipenuhi dengan mobil mobil beraneka warna, kemacetan menjadi jadi.
Produk demi produk diciptakan, merek demi merek diciptakan, Marketer semakin kalap, setiap tahun diluncurkan lebih dari 20.000 merek baru kedalam otak kita yang sudah penuh dengan segala macam merek.
Lebih dari 95% produk baru yang diluncurkan mati tenggelam dalam hinggar bingar pertempuran merek di pasar, kompetisi demikian ketat dan buas.
Namun Marketer dan Biro iklan tidak peduli, kita dibombardir dengan segala macam iklan, dari yang sopan dengan pemandangan indah, sampai yang seronok menggoda iman atau drakula dengan taringnya menyelinap dalam kegelapan sambil berteriak seperti
badut.
Dulu gambar sampul majalah tampil dengan anggun, kini mereka terpaksa tampil dengan binal agar bisa menarik mata kita untuk melirik, semua pojok dunia penuh terisi, semua suara dipergunakan untuk iklan, semua waktu kita disita demi iklan.
Namun rumus rumus pemasaran tetap sama, mereka menggali segmentasi dan
positioning dengan setajam mungkin, mulai dari shampo bayi, shampo anak, shampo laki-laki, shampo wangi, shampo kakek nenek, shampo herbal, shampo artis, shampo ketombe, shampo penghitam, shampo penguat, shampo rambut berminyak, shampo rambut tipis, shampo dengan vitamin, shampo dengan segala macam istilah yang
sulit dimengerti . dan ribuan lainnya.
Jutaan bahkan Milyar rupiah dituangkan menjadi gambar, menjadi suara, menjadi kertas, menjadi rayuan memohon belas kasih dari kita para konsumen agar bersedia memakai produk mereka.
Acara demi acara dibuat, mulai dari kuis, undian, kunjungan ke pasar, kunjungan kejutan ke rumah, pembagian sample di bioskop, coba cicip di kereta api, cuci rambut gratis di pesawat terbang, anak anak sekolah diundang ke pabrik, lomba gigi cemerlang, kita
dikejar kejar di Mall agar mau meraba halusnya kulit lengan gadis yang menggunakan pelembab mereka, kita bisa menikmati pijat gratis kursi pijat listrik agar tertarik membeli produk mereka.
Puluhan juta, bahkan ratusan milyar rupiah terus dicurahkan dari hari ke hari dalam pertempuran sengit ini.
Semakin sengit pertempuran tersebut malah membuat kita semakin malas mengganti produk yang sudah rutin kita pakai, kita sudah malas mengganti merek pasta gigi, kita malas mencoba mie instan lain, kita sudah percaya merek tivi yang sudah kita pakai bertahun tahun, kita tidak mau pindah asuransi mobil kita, kita tetap memakai bank yang sama untuk tabungan kita.
Toh produk produk itu sebenarnya mirip satu sama lain, perbedaan yang ada nyaris tidak berarti, jadi buat apa kita pindah merek ke merek baru tersebut.
Marketer dan Biro iklan yang menerima dana promosi sangat dashyat dari produsen semakin kalap, semakin banyak yang tumbang dalam kerugian yang luar biasa, biaya riset kalah bila dibandingkan dengan biaya iklan.
Seminar peluncuran produk baru di Hawai mengundang semua tokoh media, disajikan tontonan artis manca negara yang aduhai, bahkan kalau perlu disuguhi pertandingan sepak bola juara eropa lawan juara afrika, hadirkan sekalian bintang basket seluruh dunia.
Kekalapan Marketer semakin menjadi jadi, bila sebelumnya hanya becak dan gerobak rokok yang di cap warna merah bergambar koboi, kini pasar di cat orange bergambar ayam jago untuk mengingatkan kita pada bumbu masak merek tertentu. Kota kota sepanjang pesisir pantai di cat warna biru agar kita ingat dengan rokok tersebut,
entah kapan mungkin akan tiba gilirannya semua pulau dan benua di cat dengan warna kuning agar kita ingat merek minuman energi yang baru diluncurkan.
Ketika era informasi datang, marketer seolah mendapatkan dunia baru, dunia dengan populasi 5 milyar manusia yang harus dikejar dengan sepenuh tenaga.
Website dipenuhi dengan banner-banner iklan, email penawaran semakin hari semakin banyak,
spam menjadi sajian inbox kita setiap hari.
Segmentation semakin hari semakin tajam, dunia dipecah - pecah menjadi kotak kotak kecil, semakin kecil, kecil, kecil .
Sampai akhirnya muncul yang namanya One-to-One
Marketing, sebuah upaya pendekatan orang demi orang,
tailor-made marketing activity.
Pendekatan dilakukan agar orang asing menjadi teman, lalu merubah teman menjadi konsumen dan akhirnya konsumen itu dibuat menjadi bagian dari anggota marketing.
Tentu saja siapa yang mau menjadi tenaga marketing sebuah perusahaan kalau dia tidak menerima manfaat atau keuntungan dari aktifitas dia sebagai tenaga marketing.
Saat itulah muncul yang dinamakan viral marketing, menularkan kebiasaan terhadap sebuah produk atau jasa, dari seorang kepada orang berikutnya.
Orang asing menjadi teman, teman menjadi konsumen, konsumen menjadi tenaga marketing dan mereka semua harus menerima manfaat dan keuntungan dari aktifitas itu.
Produk atau jasa harus bagus, sehingga seorang teman tidak risi ketika merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada temannya.
Harga harus bersaing agar seorang tenaga marketer tidak merasa menjadi calo ketika merekomendasikan sebuah produk atau jasa kepada temannya.
Tentu saja setiap orang sibuk dengan kegiatan mereka sehari - hari, jadi tidak banyak lagi orang mau menjajakan produk seperti seorang salesman keliling yang mengetuk pintu demi pintu, bergerak dari meja ke meja menjual produk agar bisa mencapai target penjualan.
Membantu memasarkan sebuah produk, artinya jelas tidak mengharuskan orang yang membantu itu membayar, orang yang dibantulah yang seharusnya membayar, bukan yang membantu yang membayar, jadi semua yang namanya iuran keanggotaan, membership fee, uang pendaftaran dan semua istilah lainnya akan dihindari oleh para konsumen dan marketer ini.
Mereka juga tidak lagi menginginkan secuil komisi dari hasil penjualan demi penjualan, mereka ingin meraih penghasilan yang memadai, merekalah yang membuka jalan, jadi kalau produk / jasa itu sukses, tentu mereka ingin menikmati kesuksesan tersebut, bukan cuma secuil komisi atas penjualan.
Sekali dia membuka jalan sebagai seorang marketer, tentu dia ingin menikmatinya hasilnya terus menerus, dan bila 'bola salju' pemasaran tsb bergulir, maka konsumen sekaligus marketer itu ingin juga menikmati 'guliran' bola itu dengannya.
Bila selama ini media iklan seperti radio, majalah, televisi, koran menikmati anggaran iklan yang luar biasa besar, mengapa konsumen yang menjelma menjadi marketer "tidak boleh"?
Bila selama ini bintang film dan bintang olahraga menikmati kontrak iklan yang aduhai, mengapa kini konsumen merangkap marketer tidak boleh ikut menikmati jutaan, milyaran bahkan mungkin trilyun anggaran iklan tersebut?
Teknologi informasi dengan perkembangan komputer kini memungkinkan itu terjadi, viral marketing kini menjadi trend yang mengagumkan, secara bertahap mulai memberikan keuntungan bagi sang konsumen.
Bila saat ini Anda adalah seorang produsen, pertimbangkanlah strategi viral marketing disamping kegiatan iklan anda biasanya.
Bila saat ini anda adalah seorang konsumen, mengapa tidak mencoba menjadi seorang konsumen yang sekaligus merangkap seorang marketer?
Asah kemampuan anda sekarang juga, sebelum produk - produk baru membanjiri hidup kita dengan viral marketing, karena saat itu tidak akan lama lagi, dunia sudah muak dan penuh sesak dengan segala bentuk iklan.
Bila anda melihat sebuah iklan, bayangkanlah berapa uang yang mungkin bisa anda raih bila produk itu dipasarkan dengan
viral marketing dan anda menjadi poros pelaku usaha tersebut, konsumen yang marketer. Uraian lebih detail tentang Viral Marketing Bisa Anda baca Buku
"Kunci EMAS Rahasia Sukses Untuk Membangun Kekayaan dan
Kesejahteraan", Karangan LY Wiranaga, Diterbitkan oleh Gramedia", sedangkan contoh perusahaan yang sudah menerapkan, Kunjungi
http://www9.KunciEmas.com
---
Setio Budi Cahyono,
Beliau adalah Peminat eMarketing
dari Yogyakarta dan juga menampilkan
email bisnis21@telkom.net,
situs web http://www9.KunciEmas.com
|